Minggu, 19 Oktober 2014

Sebuah Renungan Pagi Untuk Para Ikhwan


Akhiy… panjangnya jenggotmu dan tingginya potongan celanamu ...
Tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu
Menuju ridho tuhanmu,
Mungkinkah panjangnya jenggotmu hanya digunakan
Sebagai fashion atau gaya zaman sekarang, atau...
Mungkin tingginya potongan calanamu
Hanya dijadikan alat perangkap busuk supaya..
Mendapatkan akhwat yang diidamkan??
 Panjangnya jenggotmu dan tingginya potongan celanamu hanya dijadikan identitasmu saja,
supaya bisa mendapat gelar dan dikagumi banyak akhwat?
Akhiy.. terjaganya pandanganmu, tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu, bahkan dirimu sendiri..Coba perhatikan sekejap saja, apakah aib saudarmu, teman dekatmu, bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi? Bukankah kebiasaan buruk seorang lelaki selalu terulang  dengan tanpa disadari melalui ocehan-ocehan kecil, sudah membekas semua aib keluargamu, aib saudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manismu.
Akhiy,, lembutnya suaramu mungkin selembut sutera bahkan lebih daripada itu, tapi akankah kelembutan suaramu sama dengan lembutnya kasihmu pada saudaramu, pada anak-anak jalanan , pada fakir miskin dan pada semua orangyang menginkinkan kelembutan & kasih sayangmu..
Akhiy .. lembutnya parasmu tak menjamin selembut hatimu, akankah hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak palestina terlihat gigih berjuang dengan beranimenaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa sekalipun dengan tetes darah terakhir, akankah selembut itu hatimu atau sekeras batu yang cuek melihat ketertindasan orang lain
Akhiy .. tegasnya suaramu tak menjamin setegas dirimu dalam mempertahankan agama ini dari pelecehan orang – orang yang tidak suka dengan sunnah nabimu
Akhiy .. rajinnya tilawahmu tak menjamin serajin dengan sholat malammu, mungkinkah malam-malammu dilewati rasa rindu menuju Tuhanmu dengan bangun ditengah malam dan ditemani dengan butiran-butiran air mata yang jatuh ke tempat sujudmu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan, atau....  sebaliknya, malammu selalu diselimuti dengan tebalnya setan dan di nina bobokkan dengan mimpi-mimpimu bahkan lupa kapan bangun sholat subuh.
Akhiy ... cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan sesama keluargamu dan sahabatmu , mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang kamu dapatkan, ataukah kamu tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu, bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh kedalam lubang yang sangat mengerihkan yaitu maksiat.
Akhiy ... tajamnya tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu terhadap warga sesamu yang tertindas di palestina. Pernahkah kamu MENANGIS ketika mujahid-mujahidah kecil tertembak mati, atau dengan cuek bebek membiarkan begitu saja, pernahkah kamu merasakan bagaimana rasanya berjihad yang dilakukan oleh para mujahidah-mujahidah teladan.
Akhiy .. lirikan matamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, coba kamu perhatikan dunia sekelilingmu masih banyak teman, saudara bahkan keluargamu sendiri belum merasakan manisnya islam dan iman, mereka belum merasakan manisnya islam dan iman, mereka belum merasakan apa yang kamu rasakan, bisa jadi salah satu keluargamu masih gemar bermaksiat, berpakaian seksi dan berperilaku binatang yang tak karuan, sanggupkah kamu menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama dengan apa yang kamu rasakan yaitu betapalezatnya hidup dalam kemuliaan islam.
Akhiy .. panjangnya jenggotmu  dan licinnya pakaianmu tidak menjamin setebal imanmu pada sang Kholikmu, kamu adalah salah satu sasaran setan durjana yang selalu mengintai dari semua penjuru mulai dari depan, belakang, atas, bawah semua setan mengintaimu, imanmu dalam bahaya, hatimu dalam ancaman, tidak lama lagi imanmu akan terobrak-abrik oleh tipuan setan jika imanmu tidak betul-betul dijaga olehmu, banyak cara yang harus kamu lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil dan seharusnya dilakukan sejak sekarang, KAPAN LAGI COBA, KALAU BUKAN SEKARANG??
Akhiy ..terjaganya pandanganmu  tidak menjamin seputih hatimu terhadap saudaramu, temanmu atau keluargamu sendiri. Masihkah hatimu terpelihara dari berbagai penyakit yang merugikan seperti  riya dan sombong?? Pernahkah antum membanggakan diri ketika kesuksesan dakwah telah diraih dan merasa diri palimg wah, merasa diri paling aktif, bahkan mearasa diri paling cerdas diatas rata-rata para ikhwan  yang lain, lalu dimanakah beningnya hatimu dan putihnya cintamu.
Akhiy ,, rutinnya halaqahmu tidak serutin puasa sunnah senin kamis yang kamu laksanakan, kejujuran hati tidak bisa dibohongi, kadang semangat fisik begitu bergelora untuk dilaksanakan tapi semangat ruhani tanpa disadari turun drastis, puasa yaumul bith pun terlupakan apalagi puasa senin kamis yang dirasakan terlalu sering dalam sepekan, SEPARAH ITUKAH HATIMU?? Makan fisik yang kamu perhatikan tapi ternyata ruhiyah pun butuh makanan, kita tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya kalau ruhiyah kurang gizi??
Akhiy .. manisnya senyummu tak menjamin semanis rasa kasihmu terhadap sesamamu, kadang sikap ketusmu terlalu banyak mengecewakan orang disepanjang jalan yang kamu lewati, sikap ramahmu terhadap orang yang kamu temui sangat jarang terlihat, bahkan selalu dan selalu terlihat cuek dan menyebalkan, kalau itu kenyataannya bagaimana orang lain akan simpati terhadap komunitas dakwah yang memerlukan banyak kader, INGAT!!! Dakwah tidak memerlukan kamu tapi kamulah yang memerlukan dakwah, kita semua memerlukan dakwah.
Akhiy .. dirimu bagaikan batu karang yang kokoh, akankah nama harummu disia-siakan begitu saja dan sanggupkah kamu ketika sang Rabb akan segera menghampirimu??
Akhiy .. masih ingatkah kamu terhadap pepatah yang masih terngiang sampai saat ini bahwa ikhwan yang baik hanya untuk akhwat yang baik, jadi siap-siaplah sangbidadari akan menjemputmu dipelaminan hijaumu.
Akhiy .. baik buruk parasmu bukanlah satu-satunya jaminan akan sukses masuk dalam syurga Rabbmu. Maka tidak usah berbangga diri dengan parasmu yang cakep dan tubuhmu yang kekar tapi berbanggalah ketika iman dan taqwamu sudah betul-betul terasa dan terbukti dalam hidup sehari-harimu.
Akhiy ... muhasabah yang kamu lakukan masihkah terlihat rutin dengan menghitung-hitung kejelekan dan kebusukan kelakuanmu yang dilakukan siang hari, atau bahkan kata muhasabah itu sudah tidak terlintas lagi dalam hatimu, sungguh lupa dan sirna tidak ingat sedikitpun apa yang harus dilakukan sebelum tidur, kamu tidur mendengkur begitu saja dan tak pernah kenal apa itu muhasabah sampai kapan ahlak busukmu dilupakan?? Kenapa muhasabah tidak dijadikan sebagai moment untuk perbaikan diri  bukankah ikhwan  yang baik hanya akan mendapatkan akhwat yang baik ??
Akhiy .. pernahkah kamu bercita-cita  mendapatkan istri seorang akhwat  yang ideal wajah yang cakep , badan yang molek, suara yang lembut,senyum yang manis  dandengan langkah tegap dan pasti, bukankah apa yang kamu pikirkan sama dengan yangakhwat pikirkan yaitu ingin mencari suami  yang sholeh dan seorang yang mujahid, kenapa tidak dari sekarang kamu mempersipakan diri menjadi seorang mujahid yang sholeh?
Akhiy .. apakah kebiasaan laki –laki  lain masih ada dan hinggap dalam dirimu? Seperti bersifat pemalas dan tak punya tujuan atau lama-lama nonton tv yang tidak karuan dan hanya akan mengeraskan hati sampai lupa waktu, lupa bantu orang tua, kapan jadi anak yang birul walidaiin, kalau memang itu terjadi, jadi sampai kapan kamu akan mendapatkan gelar mujahid  atau ikhwan  sholeh?
Akhiy .. apakah pandanganmu sudah terpelihara, atau pura-pura nunduk ketika melihat seorang akhwat  dan terlepas dari itu matamu kembali jelalatan layaknya mata harimau mencari mangsa, atau hanya menjadi alasan belaka karena merasa berjanggot dan menggunakan celana terangkat.
akhiy.. hatimu dijendela dunia, dirimu menjadi pusat perhatian semua orang, sanggupkah kamu menjaga izzah yang kamu punya?? Atau sebaliknya kamu bersikapa acuh tak acuh terhadap penilaian orang lain dan hal itun akan merusak citra dakwah yang lain, kadang orang lain mempunyai persepsi disamaratakan antaraa ikhwan yang satu dengan yang lain, jadi kalau kamu membuat keborokan akhlak maka akan merusak citra ikhwan yang lain.

Akhiy ... dirimu menjadi dambaan semua orang, karena yakinlah pelacur sekalipun, bahkan artis sekalipun tidak menginginkan suami  yang ahlaknya bobrok tapi semua orang menginginkan suami yang sholeh, siapkah kamu menjadi suami  yang sholehyang selalu di damba-dambakan oleh semua orang ?????

Jumat, 10 Oktober 2014

(( Mengapa Aku Memilih Wahdah ))




Perseteruan di kubu ahlu sunnah belum juga surut. Sesama mereka saling mengklaim ahlu sunnah, lalu memvonis yang lain dengan kesesatan dan ahlul bid’ah atau gelar-gelar keji lainnya. Parahnya, perseteruan ini terjadi (sebagaimana saya melihatnya) sebagian besar disebabkan karena pengambilan berita yang simpang siur lalu tidak mau lagi mengadakan konfirmasi dengan berita yang di dengarkannya itu. Dengan dalih bahwa yang menyampaikannya adalah seorang yang tsiqah. Lantas dengan itu, seenaknya saja berbicara, menyesatkan sana-sini, mentabdi’ hingga para ulama dan du’at pun menjadi korban mereka. Allahul Musta’an
Padahal, jika kita melihat kaidah para salaf dalam mengambil berita, tidak segegabah mereka-mereka yang ngakunya sebagai ahlu sunnah itu, lantas kemudian menyesatkan lainnya. inilah ajaran syaithan yang mereka praktekkan, yaitu al isti’jal (ketergesah-gesahan). Tergesah-gesah dalam memvonis. Sungguh menyedihkan, hasil-hasil binaan mereka yang baru satu atau dua tahun bahkan baru beberapa bulan belajar, sudah berani memvonis ulama dan da’i dengan kesesatan keluar dari manhaj salaf. Dengan dalil, ustadznya bilang gini dan gitu, karena ada kesalahan pada mereka, katanya.
Manusia mana yang tidak akan berbuat salah? Mungkin gurunya, iyadzan billlah. Kalau ulama saja bisa salah bagaimana dengan gurunya? Maka akan lebih bisa salah juga.
Oleh karena itu begitu indah apa yang diajarkan para salaf dalam mengambil berita. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh DR. Muhammad Ibnu Abdirrazzaq ad Duwaisy hafizhahullah dalam mudzakirah ushul fiqh syarah raudhatun nazhir, beliau meneragkan tatkala terjadi berita yang di bawa oleh Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi Maimunah radhiyallahu ‘anha dalam keadaan ihram, dimana kondisi ini di haramkan menikah. Akan tetapi ada dalil yang menunjukkan kesalahan perkataan Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu tersebut yang langusung ditanggapi oleh Maimunah sendiri dan sahabat yang hadir dalam prosesi akad nikahnya.
Maka dengan ini, ada cara menanggapi berita yang beredar. Pertama lebih mengutamakan perkataan pemilik kisah daripada orang lain yang jauh dari kisah walaupun dia seorang alim, karena pemilik kisah lebih tahu apa yang terjadi pada dirinya daripada orang lain itu. Kedua, lebih mengutamakan orang yang dekat/ hadir bersama pemilik kisah dari yang jauh dari kisah. Karena orang yang bersamanya lebih tahu apa yang terjadi. (untuk lebih jelasnya lihat dalam kitab Mudzaakirah fi ushul Fiqh halaman 359, versi PDF)
Akan tetapi, toh dengan kejdian ini Abdullah Ibnu Abbas tidak dikatakan sebagai seorang pendusta. Bahkan bagaimana indahnya para ulama dalam menyikapi satu berita. Dari situ kita seharusnya belajar dalam menyikapi saudara kita sesama muslim.
Adapun mereka yang hari ini ngaku ahlu sunnah, masya Allah, perkataannya sudah seperti ulama kelas atas. Paling parahnya lagi murid-muridnya, yang sama sekali tidak paham ilmu alat. Beginilah hasilnya kalau baru belajar langsung diajarkan tahdzir sana-sini.
Yaa sudahllah...
Lalu kenapa saya memilih wahdah?
Jujur, sampai hari ini saya melihat mereka (asatidz wahdah) selalu memposisikan muslim sebagai muslim, sebagai sudaranya yang tidak boleh di sakiti dan patut di jaga kehormatannya. Namun jika berbeda dalam sesuatu, mereka tetap menyalahkannya dan menashatinya tapi tidak mau ikut dalam kesalahannya tapi tidak untuk memusuhinya. Tidak ingin mencari musuh.
Jujur, sudah berkali-kali saya mendengarkan mereka di sebut sebagai anak ingusan oleh ustadz-ustadz yang nagku salafi itu, tapi masya Allah, balasan guru saya ketika menyebut namanya, justru dengan gelar ustadz di akhiri lagi dengan doa “hafizahahullah” (semoga Allah menjagannya).
Mereka menuduh asatidz wahdah gemar mengkritik pemerintah, tapi disisi lain mereka juga melihat bagaimana hubungan baik pemerintah dengan mereka yang sering mengadakan kerja sama. Olehnya saya biasa heran dengan saudara-saudara yang selalu mentahdzir itu, di suatu waktu dia mengatakan mereka dekat dengan pemerintah dan di waktu lain gemar mengkritik pemerintah. Sungguh tuduhan yang di dasari hawa saja. Allahul musta’an
Begitu juga ketika tuduhan bahwa asatidz wahdah mengajarkan empat macam tauhid, salah satunya tauhid hakimiyyah/ tauhid mulkiyyah, atau tuduhan lannya yang rata-ratanya hanyalah kedustaan. Tapi entahlah... begitulah mereka yang selalu teriak-teriak hizbi tapi tidak sadar kalau mereka jatuh pada kehizbian tersebut.
Terakhir, saya ingin berpesan kepada para penuntut ilmu agar tidak gegabah dalam menyebarkan berita. Sungguh indah perkataan ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, “jika seandainya orang tidak berilmu itu diam, niscaya tidak akan terjadi fitnah dalam agama.”
Jika kalian mendengarkan berita maka konfirmasi dahulu kebenarannya, langusung pada korban atau pemilik kisah, jangan pada orang lain. ingat kaidah yang di tulis oleh syaikh Khalid Ibnu Ahmad az Zahrani hafizhahullah dalam bukunya Da’watu Ahlil Bida’ beliau mengatakan, tidak boleh menghajr seseorang samapai ia menanyakan langsung pada orangnya tentang masalah yang di isukan itu. Kalau Cuma menghajar tidak boleh, maka bagaimana dengan menyesatkan dan mengelurakan dari manhaj ahlu sunnah? Hadza asyaddun wa akhtor... (lebih parah dan lebih berbahaya)
Itulah kenapa saya lebih memilih belajar di wahdah tanpa mengatakan ini adalah paling benar, karena mereka tidak pernah mengajarkan untuk fanatik dengan yayasan dan ormas mereka. walaupun di tuduh dengan berbagai dusta yang banyak. Guru-guruku tidak pernah mentahdzir ulama yang mejadi guru mereka justru memujinya dan menjadikannya juga sebagia ulama rujukan. Mereka tidak pernah melarang untuk belajar pada siapapun selama diatas manhaj salaf.
Mereka diam bukan berarti mereka tidak ingin bicara, saya pun sudah membaca alur peristiwa perseteruan ini yang jika di ikutkan untuk saling mentahdzir maka tidak akan ada habisnya. Ash shumtu (diam) itu yang terbaik dan tetap berdakwah. Antum ‘alal Haq (kalian berada diatas kebenaran) itulah perkataan syaikh Khalid as Sabat hafidzahullah.
Itu saja....
-----------------------------
Abu ‘Ukasyah Wahyu al Munawiy

SAYA MAU KELUAR DARI TARBIYAH SAJA !!!



Ustadz, dulu ana merasa semangat dalam dakwah. Tapi belakangan rasanya semakin hambar. Ukhuwah makin kering. Bahkan ana melihat ternyata ikhwah banyak pula yang aneh-aneh." Begitu keluh kesah seorang mad'u kepada murabbinya di suatu malam.
Sang murabbi hanya terdiam, mencoba terus menggali semua kecamuk dalam diri mad'unya. "Lalu, apa yang ingin antum lakukan setelah merasakan semua itu?" sahut sang murabbi setelah sesaat termenung.
“Ana ingin berhenti saja, keluar dari tarbiyah ini. Ana kecewa dengan perilaku beberapa ikhwah yang justru tidak islami. Juga dengan organisasi dakwah yang ana geluti, kaku dan sering mematikan potensi anggota-anggotanya. Bila begini terus, ana mendingan sendiri saja..." jawab mad'u itu.
Sang murabbi termenung kembali. Tidak tampak raut terkejut dari roman wajahnya. Sorot matanya tetap terlihat tenang, seakan jawaban itu memang sudah diketahuinya sejak awal.
"Akhi, bila suatu kali antum naik sebuah kapal mengarungi lautan luas. Kapal itu ternyata sudah amat bobrok. Layarnya banyak berlubang, kayunya banyak yang keropos bahkan kabinnya bau kotoran manusia. Lalu, apa yang akan antum lakukan untuk tetap sampai pada tujuan?" tanya sang murabbi dengan kiasan bermakna dalam.
Sang mad'u terdiam berpikir. Tak kuasa hatinya mendapat umpan balik sedemikian tajam melalui kiasan yang amat tepat.
"Apakah antum memilih untuk terjun ke laut dan berenang sampai tujuan?" sang murabbi mencoba memberi opsi.
"Bila antum terjun ke laut, sesaat antum akan merasa senang. Bebas dari bau kotoran manusia, merasakan kesegaran air laut, atau bebas bermain dengan ikan lumba-lumba. Tapi itu hanya sesaat.apakah antum pandai berenang? Berapa kekuatan antum untuk berenang hingga tujuan? Bagaimana bila ikan hiu datang? Darimana antum mendapat makan dan minum? Bila malam datang, bagaimana antum mengatasi hawa dingin?kalau pun antum mmpu berenang dan sampai ke daratan,apakah antum yakin tiba di pulau yg berpenghuni?atau pulau itu hanya lah pulau mati yg didiami oleh binatang buas?kalau pun pulau itu berpenghuni,apakah kamu dpt mnjamin manusia yg hidup d dlm nya adalah manusia yg ramah,sopan,santun,alim,seideal jama'ah impian mu slm ini?" serentetan pertanyaan dihamparkan di hadapan sang mad'u.
Tak ayal, sang mad'u menangis tersedu. Tak kuasa rasa hatinya menahan kegundahan sedemikian. Kekecewaannya kadung memuncak, namun sang murabbi yang dihormatinya justru tidak memberi jalan keluar yang sesuai dengan keinginannya.
“Akhi, apakah antum masih merasa bahwa jalan dakwah adalah jalan yang paling utama menuju ridho Allah?" Pertanyaan menohok ini menghujam jiwa sang mad'u. Ia hanya mengangguk.
"Bagaimana bila temyata mobil yang antum kendarai dalam menempuh jalan itu temyata mogok? Antum akan berjalan kaki meninggalkan mobil itu tergeletak di jalan, atau mencoba memperbaikinya?" tanya sang murabbi lagi.
Sang mad'u tetap terdiam dalam sesenggukan tangis perlahannya.
Tiba-tiba ia mengangkat tangannya, "Cukup ustadz, cukup. Ana sadar. Maafkan ana. Ana akan tetap istiqamah. Ana berdakwah bukan untuk mendapat medali kehormatan. Atau agar setiap kata-kata ana diperhatikan..."
"Biarlah yang lain dengan urusan pribadi masing-masing. Ana akan tetap berjalan dalam dakwah ini. Dan hanya Allah saja yang akan membahagiakan ana kelak dengan janji-janji-Nya. Biarlah segala kepedihan yang ana rasakan jadi pelebur dosa-dosa ana", sang mad'u berazzam di hadapan murabbi yang semakin dihormatinya.
Sang murabbi tersenyum. "Akhi, jama'ah ini adalah jama'ah manusia. Mereka adalah kumpulan insan yang punya banyak kelemahan. Tapi di balik kelemahan itu, masih amat banyak kebaikan yang mereka miliki. Mereka adalah pribadi-pribadi yang menyambut seruan Allah untuk berdakwah. Dengan begitu, mereka sedang berproses menjadi manusia terbaik pilihan Allah."
"Bila ada satu dua kelemahan dan kesalahan mereka, janganlah hal itu mendominasi perasaan antum. Sebagaimana Allah ta'ala menghapus dosa manusia dengan amal baik mereka, hapuslah kesalahan mereka di mata antum dengan kebaikan-kebaikan mereka terhadap dakwah selama ini. Karena di mata Allah, belum tentu antum lebih baik dari mereka."
"Futur, mundur, kecewa atau bahkan berpaling menjadi lawan bukanlah jalan yang masuk akal. Apabila setiap ketidak-sepakatan selalu disikapi dengan jalan itu, maka kapankah dakwah ini dapat berjalan dengan baik?" sambungnya panjang lebar.
"Kita bukan sekedar pengamat yang hanya bisa berkomentar. Atau hanya pandai menuding-nuding sebuah kesalahan. Kalau hanya itu, orang kafirpun bisa melakukannya. Tapi kita adalah da'i. Kita adalah khalifah. Kitalah yang diserahi amanat oleh Allah untuk membenahi masalah-masalah di muka bumi. Bukan hanya mengeksposnya, yang bisa jadi justru semakin memperuncing masalah."
"Jangan sampai, kita seperti menyiram bensin ke sebuah bara api. Bara yang tadinya kecil tak bernilai, bisa menjelma menjadi nyala api yang membakar apa saja. Termasuk kita sendiri!"
Sang mad'u termenung merenungi setiap kalimat murabbinya. Azzamnya memang kembali menguat. Namun ada satu hal tetap bergelayut dihatinya.
"Tapi bagaimana ana bisa memperbaiki organisasi dakwah dengan kapasitas ana yang lemah ini?" sebuah pertanyaan konstruktif akhirnya muncul juga.
"Siapa bilang kapasitas antum lemah? Apakah Allah mewahyukan begitu kepada antum? Semua manusia punya kapasitas yang berbeda. Namun tidak ada yang bisa menilai, bahwa yang satu lebih baik dari yang lain!" sahut sang murabbi.
"Allah memasukkan kita ke dalam surga bukan karena kita mampu menyempurnakan jama'ah,menciptakn organisasi tanpa kelemahan.namun Allah melihat apa yg tlh kita kerjakan untuk agama nya,sekecil apapun peran tersebut.
Bekerjalah dengan ikhlas. Berilah taushiah dalam kebenaran, kesabaran dan kasih sayang kepada semua ikhwah yang terlibat dalam organisasi itu. Karena peringatan selalu berguna bagi orang beriman. Bila ada sebuah isyu atau gosip, tutuplah telinga antum dan bertaubatlah. Singkirkan segala ghil (dengki, benci, iri hati) antum terhadap saudara antum sendiri. Dengan itulah, Bilal yang mantan budak hina menemui kemuliaannya."
Suasana dialog itu mulai mencair. Semakin lama, pembicaraan melebar dengan akrabnya. Tak terasa, kokok ayam jantan memecah suasana. Sang mad'u bergegas mengambil wudhu untuk qiyamullail malam itu. Sang murabbi sibuk membangunkan beberapa mad'unya yang lain dari asyik tidurnya.
Malam itu, sang mad'u menyadari kekhilafannya. Ia bertekad untuk tetap berputar bersama jama'ah dalam mengarungi jalan dakwah. Pencerahan diperolehnya. Demikian juga yang diharapkan dari Antum/antunna yang membaca tulisan ini.. Insya Allah kita tetap istiqamah di jalan dakwah ini.. Dalam samudera tarbiyah ini..
Wallahu a'lam.