dakwatuna.com – Ahad yang cerah saat aku mendengarkan ceritanya. Di ujung
sana dia menangis, terluka karena binaannya terlibat kasus merah jambu. Tak
tanggung-tanggung, kasusnya dengan ikhwan yang tampak keren, seorang qiyadah di
sebuah bidang amanah. Ah, kasus lama. Aku sungguh bisa merasakan perihnya. Aku
bahkan masih ingat bagaimana rasanya. Ada marah, ada kecewa, ada benci, bahkan
ada keinginan untuk berhenti menjadi pembinanya. Astaghfirullah…
Zaman memang sudah berubah. Dulu
ikhwan-ikhwan di sekolahku sungguh menjaga. Ghadhul bashar, jaim –jaga iman,
tegas, bertanggung jawab. Kurasa mereka (sesama ikhwan) tercukupi kebutuhan
ukhuwahnya sehingga tak merasa perlu untuk tebar pesona, bercanda-canda,
apalagi curcol sama akhwat. Tapi kini kita dapati satu dua dari ikhwan-ikhwan
keren itu, yang tampak kuat dalam amanah, yang tampak menjaga ibadah, yang
memperjuangkan kebenaran, harus kalah pada ujian ketertarikan. Menyedihkan…
Dan pada saat itu selalu saja kita
mencari siapa yang patut dipersalahkan. Dan seringkali kita menyalahkan IKHWAN.
Ah, mungkin karena kita perempuan. Dengan dalih mereka yang menyatakan
perasaannya, bukankah dalam hal cinta perempuan hanya menunggu, jadi mereka
yang salah. Atau dengan dalih mereka adalah ikhwan keren, dengan amanah segitu
harusnya kafaahnya mumpuni dan mestinya sudah mengerti. Atau dengan makian,
ikhwan genit sih, godain akhwat pemula gimana ga tertarik sama ketua. Yaa
Allah…
Wahai muslimah, mungkin memang benar
mereka tebar pesona, mereka memang yang memulai, mereka memang yang seharusnya
memperlakukan kita dengan mulia bukan justru menggoda. Tapi mari sejenak kita
lihat ke dalam diri kita. Lebih cermat. Kita mungkin tidak cantik, tapi
mengertilah setiap kita punya daya tarik. Maka berhati-hatilah. Kenapa? Karena
dalam hal ini kita-lah kuncinya. Dan kita-lah yang sebenarnya perlu
dipersalahkan.
Pagi ini aku berhenti di QS An-Nur:
2. Beberapa hari yang lalu aku bertemu QS Al-Maidah: 37. Dan ini menarik.
Keduanya memuat syariat tentang sanksi. Yang satu sanksi untuk pencuri, yang
satu sanksi untuk pezina. Kita teliti di sana, pada ayat tentang hukuman bagi
pencuri Allah sebutkan subjek pencuri laki-laki terlebih dahulu baru pencuri
perempuan. Tapi di ayat tentang hukuman bagi pezina Allah sebutkan subjek
pezina perempuan terlebih dahulu baru pezina laki-laki. Dalam kitab Tafsir
Ahkam, Ash Shabuni menjelaskan ibrah dari hal tersebut adalah pada dasarnya
pencurian memang lebih berpotensi dilakukan oleh laki-laki. Allah tau itu,
karenanya Allah sebutkan terlebih dulu. Tapi dalam hal zina, ternyata kita, perempuan,
adalah yang menjadi kunci. Astaghfirullah…
Ukhti, ternyata kita-lah yang
menjadi penentu. Ibarat pintu, kita yang memegang kuncinya. Maka jangan beri
mereka celah. Bantu mereka menjaga hati. Aku tahu itu tidak mudah. Perempuan
itu mudah jatuh cinta. Tapi seberapapun sulitnya, berusahalah.
Aku sangat ingat nasihat seseorang
yang dalam hidup aku memanggilnya papah. Sebelum aku berangkat merantau untuk
kuliah, beliau berpesan “anak perempuan itu penentu bagi ayahnya. Jika anak
perempuan terjaga kehormatannya hingga dia menikah, maka surga untuk ayah
tersebut. Itu sabda Rasul, nduk. Jadilah tiket surga untuk papah. Jaga diri
baik-baik, kalau memang Allah sudah memberi jodoh, semester berapapun pasti
papah nikahkan. Jangan risau soal kuliah” ah, papah…
Aku juga ingat nasihat salah seorang
murabbiyah yang kucintai karena Allah. “Dakwah ini, ukhti, tidak hanya butuh
strategi. Tapi juga kedekatan jundinya dengan Allah. Dan kita tak bisa
berdekatan dengan Allah bersama kemaksiatan yang dibenci-Nya. Mungkin strategi
kita bagus, tapi kemaksiatan kita menghilangkan keberkahannya. Bukankah itu
menyedihkan?” ah, mbakku sayang…
Muslimah, tolong bantu mereka
menjaga hati. Kalaupun kita tak peduli pada diri kita sendiri, setidaknya
lakukan untuk ayah kita. Jangan sampai kita membebaninya di akhirat sana.
Sedangkan di dunia kita sudah begitu merepotkannya. Atau lakukan untuk dakwah
yang kita cintai. Allah telah begitu baik mempertemukan kita dengan jalan ini.
Yang di sini kita bisa mengenal-Nya lebih dekat. Pada siapa lagi kita
percayakan dakwah ini jika bukan pada saudara-saudara kita, para ikhwan, yang
akan menjadi qiyadah dan mengemban dakwah bersama kita? Lalu apa yang bisa kita
harapkan dari mereka jika hal ini tidak segera kita hentikan?
Semoga Allah menjaga kita dan
memampukan kita untuk menjaga kehormatan kita. Semoga Allah menjaga
saudara-saudara kita dan menguatkannya untuk semakin kokoh di jalan dakwah.
Semoga Allah berikan rahmat dan berkah-Nya kepada jalan dakwah ini.
—
Ya Allah, jadikan aku mencintai
mereka dengan benar…
Griya Qur’an, di suatu pagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar